Saturday, October 24, 2020

HUKUM KEPARIWISATAAN PENGELOLAAN MANDALA WISATA WENARA WANA ATAU OBJEK WISATA MONKEY FOREST UBUD

                                             HUKUM KEPARIWISATAAN

PENGELOLAAN MANDALA WISATA WENARA WANA ATAU OBJEK WISATA MONKEY FOREST UBUD

Abstrak

pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Kabupaten Gianyar merupakan daerah yang giat mengembangkan potensi wilayahnya untuk tujuan wisata dan menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Salah satu objek wisata yang berada di Kelurahan Ubud adalah  Mandala Wisata Wenara Wana atau yang disebut dengan Monkey forest yang terletak di Ubud. Pengelolaan objek Wisata Monkey Forest dilakukan oleh Desa Pakraman Padangtegal dengan membentuk badan desa. 

Kata kunci

Pengelolaan, Objek Wisata, Desa Pakraman.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I PENDAHULUAN

 

1.      Latar Belakang

Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. Secara luas pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan.

Pembangunan sector pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik (Spillane, 1994). Hal tersebut sejalan dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa Penyelenggaraan Kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan obyek dan daya Tarik wisata di Indonesia serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa.

Kabupaten Gianyar merupakan daerah yang giat mengembangkan potensi wilayahnya untuk tujuan wisata dan menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang dimiliki Kabupaten Gianyar cukup banyak dan bervariasi sesuai Keputusan Bupati Gianyar Nomor : 402 Tahun 2008 Tentang Penetapan Obyek Dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Gianyar memiliki 61 Obyek dan Daya Tarik Wisata yang terdiri atas obyek wisata alam, museum, peninggalan purbakala, pusat kesenian, pusat kerajinan. Salah satu objek wisata yang berada di Kelurahan Ubud adalah  Mandala Wisata Wenara Wana atau yang disebut dengan Monkey forest. Monkey forest adalah daya tarik wisata yang terletak di Ubud dan dikelola oleh Desa Adat Padangtegal. Kawasan ini sangat asri dan merupakan sumber pendapatan dengan memberikan kontribusi yang besar kepada desa. Kawasan monkey forest dengan luas 12,5 hektar memiliki ratusan jenis pohon yang terbukti membuat kawasan ini menjadi asri ditambah dengan kentalnya budaya Ubud yang dapat dirasakan wisatawan apabila berkunjung ke monkey forest. Dengan keunikan tersebut semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke Daya Tarik Wisata Monkey Forest, baik wisatawan mancanegara ataupun wisatawan domestik.

Rumusan Masalah

Bagaimana pengelolaan Mandala Wisata Wenara Wana atau yang disebut dengan Objek Wisata Monkey forest di Kabupaten Gianyar?

Metode Penelitian

Metode pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut :

1)      Tinjauan Kepustakaan (Library Research)

Metode ini dilakukan dengan mempelajari teori-teori dan konsep-konsep yang sehubungan dengan masalah yang diteliti penulis pada buku-buku, makalah, dan jurnal guna memperoleh landasan teoritis yang memadai untuk melakukan pembahasan.Library research merupakan dokumentasi dan tinjauan menyeluruh terhadap karya publikasi dan nonpublikasi dari sumber sekunder dalam bidang minat khusus bagi peneliti (Sekaran, 2006: 65).

2)      Mengakses Website dan Situs-Situs

Metode ini digunakan untuk mencari website maupun situs-situs yang menyediakan informasi sehubungan dengan masalah dalam penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II PEMBAHASAN

a.      Pengaturan Pengelolaan Pariwisata di Indonesia

 Peraturan perundang-undangan menjadi sangat penting dan tidak bisa diabaikan terutama dalam suatu negara hukum. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu unsur dari negara hukum adalah pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan atau negara yang sering disebut asas legalitas. Asas legalitas adalah syarat yang menyatakan bahwa perbuatan atau keputusan administrasi negara tidak boleh dilakukan tanpa dasar undang-undang tertulis[1]. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian substansi asas legalitas adalah wewenang, yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu”[2].

Pemerintah telah menerapkan kebijakan pemandu dalam setiap perencanaan pembangunan kepariwisataan agar tetap dilestarikan dan mempertahankan nilai budaya serta kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang. Dengan demikian maka pengembangan pariwisata harus memperhatikan kepentingan masyarakat lokal, sehingga masyarakat lokal dapat memperoleh kesempatan untuk kesejahtraan[3]. Untuk melaksanakannya pemerintah menerapkan sejumlah kebijakan pemandu dalam setiap perencanaan pembangunan kepariwisataan yang tertuang dalam sejumlah aturan hukum yaitu:

1.      Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;

2.      Peraturan Pemerintah RI Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan;

3.      Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025;

4.      Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali;

5.     Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 10 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan Budaya Kabupaten Gianyar.

b.      Pengelolaan Objek Wisata oleh Desa Pakraman di Kabupaten Gianyar

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 18 ayat (6) ditentukan “Pemerintah Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Melaksanakan ketentuan tersebut, lahirlah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ditentukan pada Pasal 1 angka 6 “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Pemberian kewenangan otonomi harus berdasarkan asas desentralisasi dan dilaksanakan dengan prinsip luas, nyata dan bertanggungjawab[4]. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ditentukan bahwa desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai “a groups of hauses or shops in a country area, smaller than a town”. Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Guna menjamin kesejahteraan masyarakat sesuai dengan yang di cita-citakan, pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali yang ditentukan bahwa kepariwisataan Bali bertujuan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya bagi kesejahteraan masyarakat sehingga terwujud citacita kepariwisataan untuk Bali. Yang didukung oleh peran serta masyarakat dalam pengelolaan daya tarik wisata sesuai dengan Pasal 24 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali yang ditentukan bahwa:

(1) Masyarakat berhak memperoleh kesempatan yang seluasluasnya untuk berperan-serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan.

(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

a.       Sebagai pekerja pada usaha pariwisata;

b.      Sebagai pengelola daya tarik wisata;

c.       Melaksanakan promosi;

d.      Duduk dalam kelembagaan pariwisata.

Pasal 26 ayat (2) ditentukan “Desa Pakraman dan Lembaga tradisional mempunyai hak untuk mengembangkan wisata pedesaan sesuai dengan potensi setempat”. Yang kemudian didukung oleh Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 10 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan Budaya Kabupaten Gianyar. Ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) “Pengelolaan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh perorangan, lembaga tradisional, Desa Pakraman, organisasi, dan badan usaha berbadan hukum”. Pasal 26 ayat (2) “Desa Pakraman dan lembaga tradisional mempunyai hak untuk mengembangkan wisata pedesaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”.

c. Pelaksanaan Pengelolaan Objek Wisata Monkey Forest di Kabupaten Gianyar

Mandala Wisata Wenara Wana atau Objek wisata Monkey Forest terletak di Desa Pakraman Padangtegal, Kelurahan Ubud. Monkey Forest yang merupakan kawasan wisata yang objeknya adalah kera-kera dengan sejumlah pola perilaku kehidupannya dengan dukungan alam berupa kawasan hutan yang alami dengan penuh suasana religius.I Wayan Selamet menyebutkan, pengelolaan kawasan wisata kera di Padangtegal dikelola oleh desa adat dengan membentuk badan desa. Pihak pengelola sendiri menggunakan filosofi Tri Hita Karana. Konsep hidup dalam menghargai, menjaga keharmonisan keberadaan alam dengan makhluk hidup ciptaan-Nya serta aktivitas spiritual masyarakat di sekitarnya menjadikan kawasan Mandala Wisata Wenara Wana (Monkey Forest) sebagai kawasan yang indah, asri dan lestari, nyaman dan aman serta mempunyai taksu.[5]

Keseriusan desa adat untuk mengelola objek wisata ini dapat dilihat dari semakin profesionalnya manajemen pengelolaan. Kawasan Monkey Forest dalam hal ini tidak hanya sebagai objek wisata. Namun seiring dengan pengembangannya, pihak desa adat kini sedang berupaya untuk membuka keberadaan daerah wisata Monkey Forest dengan segala potensi desa yang ada. Salah satunya adalah dengan mendirikan Pusat Data dan Informsi Desa Adat Padangtegal

Bahkan, untuk lebih menunjang promosi pariwisata Monkey Forest telah membuat sebuah website, yang bisa diklik setiap saat yakni www.monkeyforestubud.com. Di mana nantinya diharapkan dapat memfasilitasi masyarakat ataupun masyarakat untuk mengakses informasi yang lebih lengkap. Pihak desa adat maupun manajemen Mandala Wisata Wenara Wana ke depan menginginkan mengembangkan lebih luas dengan merangkul potensi desa yang ada dengan mempromosikan hal-hal yang terkait dengan pariwisata misalnya seni dan kerajinan, ataupun pendukung lainnya seperti penginapan dan restoran sebagai seatu sinergi.

Dasar hukum dalam pengelolaan Objek Wisata Monkey Forest mengacu pada Pasal 24 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali yang ditentukan bahwa:

(1) Masyarakat berhak memperoleh kesempatan yang seluasluasnya untuk berperan-serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan.

(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

a.       Sebagai pekerja pada usaha pariwisata;

b.      Sebagai pengelola daya tarik wisata;

c.       Melaksanakan promosi;

d.      Duduk dalam kelembagaan pariwisata

Pasal 26 ayat (2) “Desa Pakraman dan lembaga tradisional mempunyai hak untuk mengembangkan wisata pedesaan sesuai dengan potensi setempat”. Dan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 10 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan Budaya Kabupaten Gianyar yang ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) “Pengelolaan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh perorangan, lembaga tradisional, Desa Pakraman, organisasi, dan badan usaha berbadan hukum”. Dan Pasal 24 Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 10 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan Budaya Kabupaten Gianyar.

 

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Mandala Wisata Wenara Wana atau Objek wisata Monkey Forest terletak di Desa Pakraman Padangtegal, Kelurahan Ubud. Monkey Forest yang merupakan kawasan wisata yang objeknya adalah kera-kera dengan sejumlah pola perilaku kehidupannya dengan dukungan alam berupa kawasan hutan yang alami dengan penuh suasana religious. Pengelolaan Objek Wisata Monkey Forest yang dilakukan Badan Pengelola atau manajemen Objek Wisata Monkey Forest sudah berjalan dengan professional. Pihak Desa terus mengembangangkan segala potensi yang ada dan pelayanan kepada wisatawan. Dasar hukum pengelolaannya berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 10 tahun 2013 tentang Kepariwisataan Budaya Kabupaten Gianyar, Pasal 26 ayat (2) Desa Pakraman dan lembaga tradisional mempunyai hak untuk mengembangkan wisata pedesaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

Daftar Pusaka

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, 2016, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Setyorini, T. (2004). Kebijakan Pariwisata dalam rangka meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat kabupaten Semarang (Doctoral dissertation, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro) Semarang.

Hari Sabarno, 2010, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika, Jakarta.

Ida Ayu Suarinastuti , I Gst Agung Oka M., pengelolaan sampah di Daya Tarik Wisata Wanara Wana/ Monkey Forest, Jurnal Destinasi Pariwisata, Vol. 4 No 2, 2016.



[1] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, 2016, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 97.

[2] Ibid, h. 98.

[3] Setyorini, T. (2004). Kebijakan Pariwisata dalam rangka meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat kabupaten Semarang (Doctoral dissertation, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro) Semarang, h. 35.

[4] Hari Sabarno, 2010, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika, Jakarta, h. 30.

[5] Ida Ayu Suarinastuti , I Gst Agung Oka M., pengelolaan sampah di Daya Tarik Wisata Wanara Wana/ Monkey Forest, Jurnal Destinasi Pariwisata, Vol. 4 No 2, 2016.Hal. 25

No comments:

Post a Comment

Disqus Shortname

Comments system