Friday, June 7, 2019

Ujian akhir semester 1 hukum pidana 2018


NAMA                       : I WAYAN ARSETYA JAYA
NIM                            : 1804551164
KELAS                      : C
TUGAS HUKUM PIDANA

1.      Jelaskan disertai dengan contoh, kenapa asas legalitas dikatakan berhubungan dengan teori Psikologischen Zwang dari Paul Johan Anslen Von Feuerbach.
Jawaban :
Dikaji dari substansinya, asas legalitas dirumuskan dalam bahasa Latin sebagai nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya), atau nulla poena sine lege (tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang), nulla poena sine crimine (tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana), nullum crimen sine lege (tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang) atau nullum crimen sine poena legali (tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya) atau nullum crimen sine lege stricta (tidak ada perbuatan pidana tanpa ketentuan yang tegas).
Teori Psikologischen Zwang dari Paul Johan Anslen Von Feuerbach yaitu menganjurkan supaya dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja tentang macamnya perbuatan yang harus dituliskan dengan jelas, tetapi juga macamnya pidana yang diancamkan. Dengan demikian, maka oleh orang yang akan melakukan perbuatan yang dilarang tadi terlebih dahulu telah diketahui pidana apa yang akan dijatuhkan kepadanya nanti jika perbuatan itu dilakukan. Dengan demikian dalam batinnya, dalam psychenya, lalu ada tekanan untuk tidak berbuat. Dan jika tetap melakukan perbuatan yang dilarang itu, maka hal dijatuhi pidana bisa dipandang sebagai sesuatu yang sudah disetujui oleh dirinya sendiri.

Jadi, asas legalitas dikatakan berhubungan dengan teori Psikologische Zwang dari Paul Johan Ansien Von Feuerbach karena teori Psikologische Zwang yang di buatnya  menganjurkan supaya; dalam menentukan perbuatan – perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja tentang macamnya perbuatan yang harus dituliskan dengan jelas, tetapi juga tentang macamnya pidana yang diancamkan. Hal tersebut jelas berhubungan dengan asal legalitas, karena asas legalitas mengandung pengertian; tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang – undang. Contoh : Apabila asas legalitas diberlakukan, maka orang yang akan melakukan perbuatan yang dilarang tadi lebih dahulu telah diketahui pidana apa yang akan dijatuhkan kepadanya jika nanti perbuatan itu dilakukan. Dengan demikian dalam batinnya, dalam psychenya,lalu diadakan tekanan untuk tidak berbuat. Dan kalaupun dia melakukan perbuatan tadi, maka hal dijatuhi pidana kepadanya itu bisa dipandang sebagai sudah disetujuinya sendiri.

2.      Dilihat dari sejarahnya, asas legalitas pada awalnya berasal dari ketentuan Pasal 39 Magna Charta tahun 1215, Habeas Corpus Act tahun 1679, Bill Of Right Virginia 1776 Declaration Des Droits De L ‘Homme Et Du Citoyen Tahun 1789, yang menentukan bahwa : Tidak ada orang yang dapat dipidana selain atas kekuatan undang-undang yang sudah ada sebelumnya. Dari pernyataan terkahir, menurut saudara, asas apakah yang terkandung dalam Declaration Des Droits De L ‘Homme Et Du Citoyen Tahun 1789 tersebut.
Jawaban :
Menurut pendapat saya asas yang terkandung dalam Declaration Des Droits De L ‘Homme Et Du Citoyen Tahun 1789 adalah asas Legalitas.  Pemikiran asas legalitas diimplementasikan sebagai undang-undang dalam Pasal 8 Declaration Des Droits De L ‘Homme Et Du Citoyen Tahun 1789. Declaration Des Droits De L ‘Homme Et Du Citoyen adalah salah satu dokumen fundamental dari Revolusi Prancis, menetapkan sekumpulan hak-hak individu dan hak-hak kolektif manusia. Diadopsi pada 26 Agustus 1789, oleh Majelis Konstituen Nasional (Assemblée nationale constituante), sebagai langkah awal untuk penulisan sebuah konstitusi. Ini menetapkan hak-hak fundamental tidak hanya bagi warga negara Prancis tetapi memperuntukan hak-hak ini untuk seluruh manusia tanpa terkecuali.
Prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam deklarasi menjadi nilai konstitusional dalam hukum Prancis saat ini dan mungkin digunakan untuk menentang perundang-undangan dan kegiatan pemerintah lainnya.
kelima belas isi deklarasi Prancis yaitu:
1.     Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.
2.     Manusia mempunyai hak yang sama.
3.     Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.
4.     Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan serta pekerjaan umum.
5.     Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-undang.
6.     Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.
7.     Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.
8.     Adanya kemerdekaan surat kabar.
9.     Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.
10. Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
11. Adanya kemerdekaan bekerja,berdagang, dan melaksanakan kerajinan.
12. Adanya kemerdekaan rumah tangga.
13. Adanya kemerdekaan hak milik.
14. Adanya kemedekaan lalu lintas.
15. Adanya hak hidup dan mencari nafkah.

3.      Pemberlakuan asa retro-aktif , dalam KUHP dimungkinkan dalam hal adanya perubahan perundang-undangan. Tentang pemberlakuan retro-aktif, dalam KUHP ketentuan Pasal 1 ayat (2) menyebutkan : “ Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakuakan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya”. Apabila dicermati, rumusan ketentuan tersebut tidak jelas, dalam artian ruang lingkup perubahan UU yang dimaksud tidak menjelaskan lingkup perubahan dimaksud. Di samping itu , rumusan Pasal 1 ayat (2), bersifat diskriminatif. Jelaskan apa yang dimaksud dengan dua hal di atas.
Jawaban :
Mengenai hal perundang-undangan yang berubah, lingkup perubahan UU yang dimaksud terdapat pada tiga pandangan berikut:
1.                  Formil : perubahan perundang-undangan itu terbatas pada perubahan redaksi rumusan suatu ketentuan dalam perundang-undangan hukum pidana saja, dan tidak termasuk perubahan di luar hukum pidana, walaupun perubahan dalam bidang hukum lain itu mempunyai pengaruh terhadap maslah dapat dipidananya suatu perbuatan. Selain itu perubahan terjadi apabila terjadinya perubahan teks pada Undang-Undang Pidana itu sendiri.
2.                  Materiil terbatas : Adanya perubahan keyakinan dalam keyakinan pembuat UU, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan. Sedangkan perubahan pandangan karena keadaan-keadaan atau zaman tidak termasuk kedalam pengertian perubahan perundang-undangan.
3.                  Materiil tidak terbatas : Perubahan UU memberikan keuntungan pada terdakwa.
Sedangkan Pasal 1 ayat (2) dikatakan bersifat diskriminatif yaitu:
Diskriminatif adalah
Meskipun prinsip dasar dari hukum berpegang pada asas legalitas namun dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan asas legalitas ini tidak berlaku mutlak. Artinya dimungkinkan pemberlakuan asas retroaktif walaupun hanya dalam hal-hal tertentu saja. Pemberlakuan surut diizinkan jika sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP yang menyebutkan “ Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.” Suatu peraturan perundang-undanganmengandung asas retroaktif jika :
a. menyatakan seseorang bersalah karena melakukan suatu perbuatan yang ketika perbuatan tersebut dilakukan bukan merupakan perbuatan yang dapat dipidana; dan
b. menjatuhkan hukuman atau pidana yang lebih berat daripada hukuman atau pidana yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan (Pasal 12 Ayat 2 
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia).
Asas Retroaktif tidak boleh digunakan kecuali telah memenuhi empat syarat kumulatif:
(1) kejahatan berupa pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya setara dengannya;
(2) peradilannya bersifat internasional, bukan peradilan nasional;
(3) peradilannya bersifat ad hoc, bukan peradilan permanen; dan
(4) keadaan hukum nasional negara bersangkutan tidak dapat dijalankan karena sarana, aparat, atau ketentuan hukumnya tidak sanggup menjangkau kejahatan pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya setara dengannya.

4.      Terlepas dari penilaian bahwa asas legalitas memang sangat efektif dlam melindungi rakyat dari perlakuan sewenang-wenang kekuasaan, muncul juga wacana bahwa asas legalitas ini dirasa kurang efektif bagi penegak hukum dalam merspons pesatnya perkembangan kejahatan, bahkan ini dianggap sebagian ahli sebagai kelemahan mendasar yang oleh E. Utrecht disebutkan sebagai kekurang-mampuan asas legalitas dalam perhitungan kepentingan- kepentingan kolektif, karena memungkinkan pembebasan pelaku perbuatan yang sejatinya merupakan kejahatan tapi tidak tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kelemahan asas legalitas itu, beberapa ahli menganggap dimungkinkannya penerapan asas retroaktif (berlaku surut) yang berperan melakukan penyurutan terhadap impunitas tersangka yang telah secara yuridis diatur oleh pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 yang menentukan : hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diketahui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”. Barda Nawawi Arief melihat pelemahan atau pergeseran asas legalitas dengan menekankan pada perkembangan atau pengakuan kearah asas legalitas materiil dengan mendasarkan pada ketentua dalam Pasal 15 ayat (2) ICCPR dan KUHP kanada, padahal ketentuan dalam ICCPR merupakan pengecualian non retoaktif dan konvensi tersebut. Bagaimana pendapat saudara tentang hal tersebut?
Jawaban :
Asas legalitas materiil dalam penerapannya di Indonesia telah mempunyai dasar hukum, yaitu Pasal 5 ayat (3) sub b UU Darurat No. 1 Tahun 1951 dan kemudian direspon dalam Pasal 1 ayat (3) RUU KUHP 2004 yang menghargai hukum yang hidup dalam masyarakat.21 Asas legalitas materiil menunjukkan bahwa sebelum ada peraturan atau perundang-undangan pidana yang tertulis sebenarnya telah ada hukumnya, yaitu hukum tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat, sedangkan dalam asas retroaktif lebih menekankan pada pemberlakuan hukum tertulis yang diberlakukan bagi perbuatan atau kejahatan yang terjadi sebelum hukum tertulis itu muncul. Arti asas legalitas materiil bisa menjadi sama dengan asas retroaktif, jika perbuatan yang diatur dalam hukum tertulis yang terjadi terbit kemudian setelah terjadinya kejahatan, sebenarnya merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat, dengan demikian terjadi penulisan hukum atau mengundangkan hukum yang sudah ada. Persoalannya menjadi semakin rumit karena untuk memberlakukan surut suatu peraturan pidana tidak semudah membalik telapak tangan, ada kriteria yang cukup berat yang harus dipenuhi.
Larangan pemberlakuan surut suatu peraturan pidana (retroaktif) yang tercantum dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 Amandemen Kedua menimbulkan implikasi peraturan di bawah UUD 1945 tidak dapat mengeyampingkan asas tersebut. Kenyataan yang timbul adalah ada pengecualian terhadap larangan tersebut yang diatur “hanya” dengan undang-undang yang dalam hirarkis perundang-undangan masih berada di bawah UUD 1945. Problematika ini menimbulkan persoalan dalam hukum pidana dan hirarki perundang-undangan. Selain itu larangan penerapan peraturan pidana secara retroaktif ternyata menimbulkan persoalan yang rumit terutama dalam menghadapi kejahatan jenis baru yang tidak ada bandingannya dalam KUHP atau peraturan pidana khusus lainnya. Adakah kejahatan yang sedemikian dibiarkan.
5.      Banyak kalangan mengatakan bahwa “ ekstensieve interpretative” maknanya sama dengan “ Analogie”. Bagaimana pendapat saudara hal tersebut?
Jawaban :
Menurut pendapat saya, kedua hal tersebut berbeda karena terdapat perbedaan prinsip antara ”analogi” dan extensieve interpretasi. Perbedaan prinsip antara “analogi” dengan “extensieve interpretasi” yaitu; dalam penafsiran ekstensif masih di pegang peraturan hukum yang sudah ada, hanya perkataan yang ada di dalam suatu peraturan hukum yang sudah ada itulah yang ditafsirkan menurut pengertian dalam masyarakat yang hidup dan tidak menurut makna pada waktu peraturan tersebut berlaku. Sedang analogi tidak berpegang lagi pada peraturan hukum yang ada, sehingga bertentangan dengan asas legalitas.

No comments:

Post a Comment

Disqus Shortname

Comments system