HUKUM KEPARIWISATAAN
PENGELOLAAN
MANDALA WISATA WENARA WANA ATAU OBJEK WISATA MONKEY FOREST UBUD
Abstrak
pariwisata
merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber
pendapatan daerah. Kabupaten Gianyar merupakan daerah yang giat mengembangkan
potensi wilayahnya untuk tujuan wisata dan menarik minat wisatawan untuk
berkunjung. Salah satu objek wisata yang berada di Kelurahan Ubud adalah Mandala Wisata
Wenara Wana atau yang disebut dengan Monkey forest yang terletak di
Ubud. Pengelolaan objek Wisata Monkey Forest dilakukan oleh Desa Pakraman
Padangtegal dengan membentuk badan desa.
Kata kunci
Pengelolaan,
Objek Wisata, Desa Pakraman.
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sektor
pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah
satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, maka program
pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan potensi pariwisata daerah
diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. Secara luas
pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai multidimensi dari
rangkaian suatu proses pembangunan.
Pembangunan
sector pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik
(Spillane, 1994). Hal tersebut sejalan dengan yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa
Penyelenggaraan Kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan
memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan
daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan obyek dan daya Tarik wisata di
Indonesia serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar
bangsa.
Kabupaten
Gianyar merupakan daerah yang giat mengembangkan potensi wilayahnya untuk
tujuan wisata dan menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Obyek dan daya
tarik wisata (ODTW) yang dimiliki Kabupaten Gianyar cukup banyak dan bervariasi
sesuai Keputusan Bupati Gianyar Nomor : 402 Tahun 2008 Tentang Penetapan Obyek
Dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Gianyar memiliki 61 Obyek dan Daya Tarik Wisata
yang terdiri atas obyek wisata alam, museum, peninggalan purbakala, pusat
kesenian, pusat kerajinan. Salah satu objek wisata yang berada di Kelurahan
Ubud adalah Mandala Wisata Wenara Wana atau yang disebut dengan Monkey forest.
Monkey forest adalah daya tarik wisata yang terletak di Ubud dan dikelola oleh
Desa Adat Padangtegal. Kawasan ini sangat asri dan merupakan sumber pendapatan
dengan memberikan kontribusi yang besar kepada desa. Kawasan monkey forest
dengan luas 12,5 hektar memiliki ratusan jenis pohon yang terbukti membuat
kawasan ini menjadi asri ditambah dengan kentalnya budaya Ubud yang dapat
dirasakan wisatawan apabila berkunjung ke monkey forest. Dengan keunikan
tersebut semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke Daya Tarik Wisata Monkey Forest,
baik wisatawan mancanegara ataupun wisatawan domestik.
Rumusan Masalah
Bagaimana pengelolaan Mandala Wisata Wenara Wana atau yang disebut dengan Objek
Wisata Monkey
forest di Kabupaten Gianyar?
Metode Penelitian
Metode
pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut :
1) Tinjauan Kepustakaan (Library Research)
Metode
ini dilakukan dengan mempelajari teori-teori dan konsep-konsep yang sehubungan
dengan masalah yang diteliti penulis pada buku-buku, makalah, dan jurnal guna
memperoleh landasan teoritis yang memadai untuk melakukan pembahasan.Library
research merupakan dokumentasi dan tinjauan menyeluruh terhadap karya publikasi
dan nonpublikasi dari sumber sekunder dalam bidang minat khusus bagi peneliti
(Sekaran, 2006: 65).
2) Mengakses Website dan Situs-Situs
Metode
ini digunakan untuk mencari website maupun situs-situs yang menyediakan
informasi sehubungan dengan masalah dalam penelitian
BAB II
PEMBAHASAN
a.
Pengaturan Pengelolaan Pariwisata di Indonesia
Peraturan
perundang-undangan menjadi sangat penting dan tidak bisa diabaikan terutama
dalam suatu negara hukum. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu unsur dari
negara hukum adalah pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan atau
negara yang sering disebut asas legalitas. Asas legalitas adalah syarat yang
menyatakan bahwa perbuatan atau keputusan administrasi negara tidak boleh
dilakukan tanpa dasar undang-undang tertulis[1].
Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi,
yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian substansi
asas legalitas adalah wewenang, yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan
hukum tertentu”[2].
Pemerintah telah menerapkan kebijakan pemandu dalam
setiap perencanaan pembangunan kepariwisataan agar tetap dilestarikan dan
mempertahankan nilai budaya serta kelestarian lingkungan untuk generasi
mendatang. Dengan demikian maka pengembangan pariwisata harus memperhatikan
kepentingan masyarakat lokal, sehingga masyarakat lokal dapat memperoleh
kesempatan untuk kesejahtraan[3].
Untuk melaksanakannya pemerintah menerapkan sejumlah kebijakan pemandu dalam
setiap perencanaan pembangunan kepariwisataan yang tertuang dalam sejumlah
aturan hukum yaitu:
1.
Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
2.
Peraturan
Pemerintah RI Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan;
3.
Peraturan
Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025;
4.
Peraturan Daerah
Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali;
5.
Peraturan Daerah
Kabupaten Gianyar Nomor 10 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan Budaya Kabupaten
Gianyar.
b.
Pengelolaan Objek Wisata oleh Desa Pakraman di
Kabupaten Gianyar
Dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 18 ayat (6) ditentukan
“Pemerintah Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Melaksanakan ketentuan tersebut,
lahirlah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Ditentukan pada Pasal 1 angka 6 “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia”. Pemberian kewenangan otonomi harus berdasarkan asas desentralisasi
dan dilaksanakan dengan prinsip luas, nyata dan bertanggungjawab[4].
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ditentukan bahwa desa
memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kata desa
berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau
tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai
“a groups of hauses or shops in a country area, smaller than a town”. Desa
adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan
masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Guna menjamin kesejahteraan masyarakat
sesuai dengan yang di cita-citakan, pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya
Bali yang ditentukan bahwa kepariwisataan Bali bertujuan untuk mendorong
pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya bagi
kesejahteraan masyarakat sehingga terwujud citacita kepariwisataan untuk Bali.
Yang didukung oleh peran serta masyarakat dalam pengelolaan daya tarik wisata
sesuai dengan Pasal 24 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012
tentang Kepariwisataan Budaya Bali yang ditentukan bahwa:
(1) Masyarakat berhak memperoleh
kesempatan yang seluasluasnya untuk berperan-serta dalam penyelenggaraan
kepariwisataan.
(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup:
a.
Sebagai pekerja
pada usaha pariwisata;
b.
Sebagai
pengelola daya tarik wisata;
c.
Melaksanakan
promosi;
d.
Duduk dalam
kelembagaan pariwisata.
Pasal 26 ayat (2) ditentukan “Desa
Pakraman dan Lembaga tradisional mempunyai hak untuk mengembangkan wisata
pedesaan sesuai dengan potensi setempat”. Yang kemudian didukung oleh Peraturan
Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 10 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan Budaya
Kabupaten Gianyar. Ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) “Pengelolaan daya tarik
wisata dapat dilakukan oleh perorangan, lembaga tradisional, Desa Pakraman,
organisasi, dan badan usaha berbadan hukum”. Pasal 26 ayat (2) “Desa Pakraman
dan lembaga tradisional mempunyai hak untuk mengembangkan wisata pedesaan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”.
c. Pelaksanaan
Pengelolaan Objek Wisata Monkey Forest di Kabupaten Gianyar
Mandala Wisata Wenara Wana atau Objek
wisata Monkey Forest terletak di Desa Pakraman Padangtegal, Kelurahan Ubud.
Monkey Forest yang merupakan kawasan wisata yang objeknya adalah kera-kera
dengan sejumlah pola perilaku kehidupannya dengan dukungan alam berupa kawasan
hutan yang alami dengan penuh suasana religius.I Wayan Selamet menyebutkan,
pengelolaan kawasan wisata kera di Padangtegal dikelola oleh desa adat dengan
membentuk badan desa. Pihak pengelola sendiri menggunakan filosofi Tri Hita
Karana. Konsep hidup dalam menghargai, menjaga keharmonisan keberadaan alam
dengan makhluk hidup ciptaan-Nya serta aktivitas spiritual masyarakat di
sekitarnya menjadikan kawasan Mandala Wisata Wenara Wana (Monkey Forest)
sebagai kawasan yang indah, asri dan lestari, nyaman dan aman serta mempunyai
taksu.[5]
Keseriusan
desa adat untuk mengelola objek wisata ini dapat dilihat dari semakin
profesionalnya manajemen pengelolaan. Kawasan Monkey Forest dalam hal ini tidak
hanya sebagai objek wisata. Namun seiring dengan pengembangannya, pihak desa
adat kini sedang berupaya untuk membuka keberadaan daerah wisata Monkey Forest
dengan segala potensi desa yang ada. Salah satunya adalah dengan mendirikan
Pusat Data dan Informsi Desa Adat Padangtegal
Bahkan, untuk lebih menunjang promosi pariwisata Monkey
Forest telah membuat sebuah website, yang bisa diklik setiap saat yakni
www.monkeyforestubud.com. Di mana nantinya diharapkan dapat memfasilitasi
masyarakat ataupun masyarakat untuk mengakses informasi yang lebih lengkap.
Pihak desa adat maupun manajemen Mandala Wisata Wenara Wana ke depan
menginginkan mengembangkan lebih luas dengan merangkul potensi desa yang ada
dengan mempromosikan hal-hal yang terkait dengan pariwisata misalnya seni dan
kerajinan, ataupun pendukung lainnya seperti penginapan dan restoran sebagai
seatu sinergi.
Dasar
hukum dalam pengelolaan Objek Wisata Monkey
Forest mengacu pada Pasal 24 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2
Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali yang ditentukan bahwa:
(1)
Masyarakat berhak memperoleh kesempatan yang seluasluasnya untuk berperan-serta
dalam penyelenggaraan kepariwisataan.
(2)
Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. Sebagai
pekerja pada usaha pariwisata;
b. Sebagai
pengelola daya tarik wisata;
c. Melaksanakan
promosi;
d. Duduk
dalam kelembagaan pariwisata
Pasal
26 ayat (2) “Desa Pakraman dan lembaga tradisional mempunyai hak untuk
mengembangkan wisata pedesaan sesuai dengan potensi setempat”. Dan Peraturan
Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 10 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan Budaya
Kabupaten Gianyar yang ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) “Pengelolaan daya
tarik wisata dapat dilakukan oleh perorangan, lembaga tradisional, Desa
Pakraman, organisasi, dan badan usaha berbadan hukum”. Dan Pasal 24 Peraturan
Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 10 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan Budaya
Kabupaten Gianyar.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Mandala Wisata Wenara Wana atau Objek
wisata Monkey Forest terletak di Desa Pakraman Padangtegal, Kelurahan Ubud.
Monkey Forest yang merupakan kawasan wisata yang objeknya adalah kera-kera
dengan sejumlah pola perilaku kehidupannya dengan dukungan alam berupa kawasan
hutan yang alami dengan penuh suasana religious. Pengelolaan Objek Wisata
Monkey Forest yang dilakukan Badan Pengelola atau manajemen Objek Wisata Monkey
Forest sudah berjalan dengan professional. Pihak Desa terus mengembangangkan
segala potensi yang ada dan pelayanan kepada wisatawan. Dasar hukum
pengelolaannya berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 10
tahun 2013 tentang Kepariwisataan Budaya Kabupaten Gianyar, Pasal 26 ayat (2)
Desa Pakraman dan lembaga tradisional mempunyai hak untuk mengembangkan wisata
pedesaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Daftar Pusaka
Ridwan
HR, Hukum Administrasi Negara, 2016, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Setyorini,
T. (2004). Kebijakan Pariwisata dalam rangka meningkatkan pendapatan ekonomi
masyarakat kabupaten Semarang (Doctoral dissertation, Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro) Semarang.
Hari
Sabarno, 2010, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika,
Jakarta.
Ida Ayu Suarinastuti , I Gst Agung Oka
M., pengelolaan sampah di Daya Tarik Wisata Wanara Wana/ Monkey Forest, Jurnal
Destinasi Pariwisata, Vol. 4 No 2, 2016.
[1]
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, 2016, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.
97.
[2]
Ibid, h. 98.
[3]
Setyorini, T. (2004). Kebijakan Pariwisata dalam rangka meningkatkan pendapatan
ekonomi masyarakat kabupaten Semarang (Doctoral dissertation, Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro) Semarang, h. 35.
[4]
Hari Sabarno, 2010, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Sinar
Grafika, Jakarta, h. 30.
[5] Ida Ayu Suarinastuti , I Gst Agung Oka M.,
pengelolaan sampah di Daya Tarik Wisata Wanara Wana/ Monkey Forest, Jurnal
Destinasi Pariwisata, Vol. 4 No 2, 2016.Hal. 25
No comments:
Post a Comment